Terdapatbanyak organisasi ekstra kampus yang berdiri di Indonesia, seperti: HMI, PMII, GMNI, GMKI, PMKRI, dll. Organisasi ekstra kampus memiliki perbedaan satu sama lain, salah satunya terlihat pada nama organisasi dan tujuan yang ingin dicapai. Ada baiknya mengetahui (kalau bisa memahami) tujuan atau visi/misi dari masing-masing organisasi
Adapunada tambahan MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) di belakang kata Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah untuk identifikasi bahwa HMI yang ini berbeda dengan HMI yang bersekretariat di Jl. Diponegoro (atau biasa disebut denga HMI-Dipo). Penambahan istilah MPO ini lahir saat menjelang kongres HMI XVI di Padang, Sumatera Barat tanggal 24-31
SelayangPandang HMI KOMFASTEK dan HMI KAFEIS. Bermula dari dibukanya beberapa program studi berbasis ilmu eksakta, sosial, dan ekonomi di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2000 (kini UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Program studi yang dimaksud yaitu: Teknik Informatika, Agribisnis, Manajemen, dan Akuntansi.
Inilahbenih-benih remontisme masa lalu yang sering kita banggakan, kita tentu masih juga ingat bagaimana pada Kongres di Padang HMI terpecah dua antara HMI DIPO dan HMI MPO akibat azas tunggal yang di tetapkan oleh rezim yang berkuasa
PerseteruanDIPO dan HMI MPO berakhir damai. Kedua pengurus organisasi itu sepakat islah di Kongres HMI ke-26 di Palembang.
Proseshukum kasus ahok, bisakah menjadi solusi damai. Menurut informasi dari berbagai sumber yang sudah terkonfirmasi maupun yang belum terkonfirmasi, menyebutkan jumlah pengunjukrasa 212 khususnya dari Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta masih membludak, bahkan pengunjukrasaa dari provinsi yang lain juga akan masuk ke Jakarta.
SejarahHMI. Dari sekian banyak arti dan definisi sejarah, secara umum dapat diartikan bahwa sejarah adalah pelajaran dan pengetahuan tentang perjalanan masa lampau ummat manusia, mengenai apa yang dikerjakan, dikatakan dan dipikirkan oleh manusia pada masa lampau, untuk menjadi cerminan dan pedoman berupa pelajaran, peringatan, kebenaran bagi
Bwo6oj. … Pada rangkai keempat tulisan bersambung ini, saya tidak akan menguraikan secara detail sebab-sebab kehadiran dan kemunculan HMI MPO. Sebab saya sudah menuliskan hal tersebut berdasarkan ingatan dan penuturan oleh tokoh pelopornya, yaitu Mohammad Chaeron, tulisan mana dapat ditemukan alamat link-nya di sini. Temukan di Di antara yang terkenal dari aktivis HMI MPO awal yaitu Eggi Sudjana, Tamsil Linrung, Ahmad Yani, Erwin Moeslimin, dan kemudian menyusul generasi sesudahnya seperti Ubedillah Badrun, Anies Baswedan, dan lain-lain. Mengapa HMI MPO muncul, padahal menurut tulisan saya sebelumnya, bukankah HMI sengaja didesain organik bersamaan kehadiran Republik Indonesia? Sementara HMI MPO dengan jelas dikenali sebagai suatu unsur sosial politik yang oposan terhadap negara. Bukankah ini suatu gejala yang melawan kodratnya sendiri, ataukah hal ini suatu penyimpangan dari model gerakan HMI awal? Adakah HMI MPO sebagai suatu ide memiliki silsilah gagasan dengan tokoh-tokoh utama HMI, dan siapa saja? Sebagaimana yang kita lihat realitasnya, HMI MPO sama sekali tidak membawa ideologi anti negara, apalagi anti Republik. Yang anti bagi HMI MPO ialah terhadap negara Orde Baru yang sudah menyalahi dari cita-cita demokrasi, yaitu negara yang harusnya tunduk pada kehendak dan kedaulatan rakyat, beralih menjadi negara otoriter. Negara Orde Baru dijalankan dengan penyelewengan fatal, hal mana negara ditempatkan berada di atas kedaulatan rakyat dan menentukan secara eksklusif dan represif kehendak rezim terhadap rakyat. Akibatnya bagi masyarakat dengan tradisi demokratis, bebas dan intelektual seperti HMI, hal tersebut tak bisa diterima. Masyarakat dan tokoh yang menentang aksi otoriter Orde Baru tersebut bukan hanya HMI, tapi beragam dengan basis dan aliran politik masing-masing. Salah satu yang mencuat yaitu kelompok Petisi 50. Kelompok Petisi 50 ini berisi tokoh-tokoh terkemuka, seperti Jenderal Purn AH Nasution bekas Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Mohammad Natsir bekas Ketua Umum Masyumi, Burhanuddin Harahap bekas Perdana Menteri, Hoegeng Imam Santoso bekas Kapolri, HR Dharsono, Ali Sadikin bekas Gubernur DKI, Abdul Madjid tokoh PNI, Chris Siner Key Timu, mantan Ketua Umum PMKRI, Judilhery Justam bekas tokoh mahasiswa pada peristiwa Malari 1974, dan masih banyak lagi. Belakangan, setelah kembali dari Australia dan aktif di Indonesia, Deliar Noer turut pula menggabungkan diri dalam setiap kegiatan kelompok Petisi 50. Negara Orde Baru telah menampakkan tendensi otoriternya saat konsolidasi dukungan politik dan legitimasinya makin besar dan sukses. Ketika Orde Baru berhasil memenangkan Golkar dan memangkas sekaligus memadatkan partai politik sehingga tinggal menjadi dua, yaitu PDI dan PPP, Orde Baru yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto makin tak terhentikan. Ditambah lagi, perhatian rakyat ditarik kepada isu sentral, yaitu pembangunan dan pentingnya meninggalkan model kehidupan politik era Orde Lama. Puncaknya yaitu kebijakan penyeragaman asas Pancasila terhadap setiap ormas pada 1980-an. Dalam hal ini, secara tak terelakkan menghantam juga HMI. HMI pun pecah menjadi dua kelompok kelompok yang mempertahankan asas Islam sebagaimana sejak semula HMI didirikan; dan kelompok yang menerima penggantian asas HMI menjadi Pancasila. Kelompok yang pertama, publik mengidentifikasinya sebagai HMI MPO, dan kelompok kedua lazim dikenal dengan sebutan HMI DIPO. MPO adalah akronim dari Majelis Penyelamat Organisasi. Adapun Dipo, dinisbatkan dengan kedudukan kantornya di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Belakangan, kantor HMI Dipo pindah ke Jalan Sultan Agung Jakarta Selatan yang mengakibatkan dilematik bagi penyebutannya. HMI MPO, dari segi gagasan pemikiran keislaman, tidak jauh berbeda dengan HMI Dipo yang memiliki pertautan gagasan dengan pendiri HMI itu sendiri, yaitu Lafran Pane. Kedua HMI ini memiliki aspirasi yang sama tentang Muslim yang modernis, pemahaman Islam yang dinamis, dan aktif dalam setiap wilayah kehidupan, terutama dalam politik dan kebudayaan. Apa yang membedakan dari kedua HMI ini dari segi pemahaman dan pandangan hanya terbatas pada sikap terhadap Orde Baru. Dan soal ini merupakan pilihan sikap politik, tapi kemudian ditunjang oleh doktrin pemahaman Islam yang disesuaikan dengan tuntutan keadaan akibat dari pilihan politik tersebut. Akibat susulannya ialah merambah pada tradisi politik dan perkaderan yang berbeda satu sama lain. HMI MPO memperoleh sandaran dan silsilah tradisi pemikiran dan keislamannya pada tokoh-tokoh HMI senior seperti Deliar Noer, Imaduddin Abdurrahim, Endang Saefuddin Ansari, Ibrahim Madilau, Adi Sasono, AM Saefuddin, Amien Rais, untuk menyebut di antara tokoh-tokohnya. Dan muara dari semua aliran pemikiran para tokoh tersebut berujung pada sosok Mohammad Natsir sebagai bapak yang melindungi dan menyemangati. Itulah sebabnya, HMI MPO sangat dekat dengan tokoh yang disegani oleh dunia Islam ini. Lagi pula secara sikap politik terhadap negara Orde Baru, memiliki kesamaan dan paralel dengan HMI MPO. Seperti yang ditulis sebelumnya, Mohammad Natsir termasuk penanda tangan Petisi 50, hal mana kelompok ini diakui sebagai oposisi bagi Orde Baru. Akbar Tanjung dalam sambutannya pada buku 75 Tahun Deliar Noer, dengan terbuka menyatakan bahwa HMI MPO terkait secara pemikiran dengan Deliar Noer. Sedangkan HMI DIPO terkait pemikiran dengan Nurcholish Madjid. Yang pertama, oposisi kritis terhadap Orde Baru. Warna perilaku keagamaannya bersifat islamisasi yang tidak diharapkan oleh Orde Baru, dan pada batas tertentu, mendorong tren identitas dan formalisasi Islam di wilayah publik, seperti pemakaian jilbab pada mahasiswi dan bom wacana islamisasi ilmu dan implementasi ekonomi Islam. Sedangkan HMI Dipo, bergerak lain. Landasan pemikiran keislaman HMI Dipo sepenuhnya diilhami dan dipengaruhi oleh wawasan Nurcholish Madjid atau Cak Nur tentang fungsi dan kedudukan Islam terhadap situasi Orde Baru yang diciptakan rezim dengan kampanye tegas pembangunan atau developmentalisme. Dalam hal ini, Cak Nur berhasil menyiapkan kerangka teoritik dan pendekatan penyesuaian teologis terhadap isu dan kepentingan politik Orde Baru, baik dalam perkara memaksimalkan partisipasi masyarakat maupun dalam mendukung rencana transformasi dari agraris ke industri. Isu pembaruan pemikiran Islam yang dikampanyekan oleh Cak Nur berada dalam kerangka modernisasi besar-besaran yang dilancarkan oleh rezim Orde Baru. Dalam hubungan ini, sumbangan pemikiran Cak Nur sangat menolong kewibawaan dan keberhasilan misi Orde Baru. Pembaruan pemikiran Islam ini salah satu titik tekannya ialah merumuskan dan meletakkan Islam sebagai dasar etik dan melupakan Islam sebagai golongan politik dan proyeksi politik tersendiri, berdampingan dengan golongan politik yang ada. Slogan Islam Yes, Partai Islam No, merupakan penjelmaan dari hal tersebut. Sebab jika masih meletakkan pendekatan semula, yaitu Islam sebagai golongan politik dan ideologis, maka problem penyesuaian dengan arus politik Orde Baru yang menekankan deideologisasi, menimbulkan kesukaran adaptasi politik bagi rekan-rekan Cak Nur yang tengah bergabung dengan Orde Baru. Cak Nur dalam hal ini berhasil memberi legitimasi teologis bagi para aktivis muda HMI di masa awal Orde Baru untuk masuk sepenuhnya ke dalam sistem tanpa suatu dilema teologis. Di antara yang terkenal misalnya, Abdul Gafur, Akbar Tanjung, Mar’ie Muhammad, Soegeng Sarjadi, Jusuf Kalla, Fahmi Idris, Sulastomo, dan masih banyak lagi. Belum dilist yang berkiprah di daerah-daerah. Dapur pemikirannya berada dalam lembaga kajian Paramadina yang dipimpin langsung oleh Cak Nur. Praksis politiknya pada Golkar, birokrasi pemerintahan, dunia usaha, dan kampus-kampus IAIN. Sejak saat itu, kedua pendekatan orang-orang HMI terhadap Orde Baru ini berjalan masing-masing. Cak Nur dkk melancarkan pendekatan adaptasi, integrasi dan partisipasi aktif di dalam sistem politik Orde Baru. Kelompok HMI yang lain, meletakkan diri di luar sistem Orde Baru dan secara teratur melancarkan kritik, bahkan membangun oposisi. Kelompok kedua ini sulit untuk tidak dikaitkan dengan DDII dan sosok Mohammad Natsir. Teoritikus terkemukanya ialah Deliar Noer dan Amien Rais. Ketika terjadi pemaksaan asas tunggal Pancasila, kelompok kedua yang tadinya tidak terinstitusionalisasi, dengan cepat mengkristal menjadi HMI MPO. HMI MPO ini tidak bisa dianggap remeh dalam masalah polarisasi HMI, mengingat basisnya terdiri dari Cabang-cabang utama, seperti Jakarta, Yogyakarta, Ujung Pandang, Semarang, Purwokerto, dan Palolo. Dalam perjalanannya, HMI MPO pun berkembang survive dan sudah barang tentu memiliki andil dalam proses runtuhnya Orde Baru. Iktibar Tulisan ini tidak berambisi untuk menjadi survei dinamika perjalanan politik di Indonesia. Tetapi sedikit banyak telah membentangkan bagaimana berbagai arus pembentuk sejarah Indonesia saling bersaing dan arus reformis Islam yang di dalamnya terdapat HMI, telah mengalami dinamik sejarahnya sendiri berhadapan dengan kekuasaan. Sekarang, pasca reformasi dan kehidupan politik kembali ke iklim liberal, apakah yang dicanangkan HMI, lebih tepatnya para elitnya, di dalam memenangkan masa depan bagi mereka? Proyeksi dan aspirasi reformis Islam di masa lalu untuk meraih kehidupan yang menguntungkan bagi Indonesia dan khususnya, bagi konstutein reformis Islam, masihkah membara sebagai misi HMI? Dan bagaimana hal itu dirumuskan di tengah situasi berubah seperti sekarang ini, saat mana HMI terdapat dua “partai” HMI MPO dan HMI Dipo. End ~ Syahrul Efendi Dasopang, Mantan Ketua Umum PB HMI
Setelah penerimaan azas tunggal itu, HMI yang bermarkas di Jalan Diponegoro sebagai satu-satunya HMI yang diakui oleh negara. Namun pada Kongres Jambi 1999, HMI DIPO kembali ke kepada asas Islam. Namun demikian, HMI DIPO dan HMI MPO tidak …, Dalam Perkembangannya Himpunan Mahasiswa Islam kemudian terpecah menjadi dua karena upaya Orde Baru dalam meletakkan asas tunggal pancasila, yang merapat pada kekuasaan Orde Baru disebut HMI Dipo dan yang tetap sesuai asas Islam adalah HMI MPO , namun keduanya tetap menyebut sebagai HMI dalam dokumen organisasi. Daftar Ketua Umum HMI, Yang saya dengar terdapat juga teman-2 Dipo . Saat itu kita berkoordinasi menyatukan langkah menghadapi Rezim ORBA. Tidak ada saling memaki antara Dipo dan MPO . Jika Mas Awalil atau Mas Lukman Hakim yang masih merasakan dampak perpecahan HMI MPO dan Dipo saja tidak pernah terlontar kebencian dari sikapnya., 18/05/2013   Karena itu, ia mengecam perpecahan yang terjadi di tubuh HMI sehingga muncul sebutan HMI Majelis Penyelamatan Organisasi MPO dan HMI Diponegoro Dipo . HMI MPO muncul pada Maret 1986, sebagai wujud protes kader yang tak puas dengan keputusan HMI menerima Pancasila sebagai asas tunggal organisasi., Tradisi kooperatifnya dengan Golkar dan kedekatanya dengan kebanyakan alumni KAHMI menjadikan HMI Dipo lebih mapan secara finansial dan rapi dalam keorganisasian. Sementara HMI - MPO identik dengan tradisi proletarian, komunitas eksklusif, dan tidak mapan dalam organisasi., Setelah HMI terpecah menjadi dua, HMI DIPO dan alumni yang mendukung lebih kental nuansa politik praktisnya, seakan mendapat kemudahan dari pemerintah, termasuk akses kekuasaan. Apakah itu efek dari penerimaan Pancasila dimana kondisi sebaliknya justru dialami HMI MPO ?, Selanjunya kedua HMI ini berjalan sendiri-sendiri. HMI DIPO eksis dengan segala fasilitas negaranya, dan HMI MPO tumbuh menjadi gerakan underground yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan negara. Jama’ah HMI MPO walaupun sedikit namun kompak, mereka yakin bahwa apa yang diperjuangkannya untuk tetap bertahan dan berjuang mempertahankan Islam ..., Sedangkan MPO menilai DIPO adalah sekelompok penghianat yang tunduk terhadap ststus quo. DIPO dinilai jauh dari gerakan mahasiswa yang oposan dan menentang status quo. Hmi DIPO dinilai lebih moderat karena mau menggunakan taktik menerima asas tunggal, sedangkan MPO dinilai lebih fundamental dan tidak mau menyerah pada pemerintah yang tiran., Terkait dengan islah yang sering diwacanakan oleh kader HMI sejak lama, Aji berencana akan membuat road map berupa kajian terkait kesamaan antara HMI MPO dan HMI DIPO sebagaimana amanah pada kongres ke XXXI di sorong yang diselenggarakan pada 28 Januari-05 Februari 2018, hal tersebut menjadi program jangka panjang pada periodenya., 10/12/2012   PMII bekerja sama dengan ormas kiri seperti PRD, PMKRI untuk mendukung atau pro Gus Dur tetap menjadi presiden. Sementara, kelompok yang kontra Gus Dur seperti HMI Dipo , HMI MPO , IMM, dan KAMMI secara serentak, bersama menuntut Gus Dur mundur. Hal senada juga diungkapkan oleh kelompok modernis yang lain seperti HMI Dipo , HMI MPO , dan dipo dan hmi adalаh singkаtan dаri human machine interfаce antarmuka mаnusiа dan mesin. Secаra sederhanа, hmi adalah perаngkаt keras hаrdware yang memiliki kemаmpuan untuk melakukan komunikаsi bidirectionаl antаra manusiа dengan diketahui bahwа hmi merupаkan bаgian yang penting dаlam perkembangan sistem otomаsi, sehinggа hari ini аplikasi hmi terdapаt pada berbagаi jenis sistem kontrol. Mulаi dari plc, dcs hinggа pc-based control hmi sаngat tergantung padа fungsi dаn kegunaаnnya. Sebagаi gambaran, berikut ini beberаpа contoh aplikаsi yang menggunakаn human machine interfacepаdа fasilitаs produksi dan industri, hmi berfungsi sebagаi alat untuk menginputkan pаrаmeter padа mespengertian hmi/panel operаtor hmi human machine interface аdаlah аlat untuk mengendalikаn dan memonitoring operasi dari suаtu sistem operаtor digunakan untuk mengontrol dаn memantau perangkаt-perаngkat tertentu yаng berada pаda mesin atau jаringаn. Selain itu pаnel operator juga dаpat digunakan untuk menаmpilkаn sinyal-sinyаl yang terjadi pаda mesin, seperti kontrol on/off, kontrol start/stop, kondisi plc, suhu boiler, pressure dan hmi аda banyаk, tetapi secara gаris besаr hmi adаlah perangkаt yang dipergunakan oleh operаtor dаlam mengendаlikan atаu melihat proses yang terjadi pаdа alаt-alat yаng tersambung dengan merupakаn perаngkat lunаk yang bekerja shmi аdalah singkatаn dаri human mаchine interface, yaitu sebuаh perangkat yang menghubungkаn аntarа manusia dаn mesin. Peran hmi pada sistem scаdа adаlah untuk memberikan lаyanan informasi kepаdа sistem scаda, hmi biasanyа berupа komputer dengan tаmpilan grafis, displаy panel ataupun hаndheld device. Komputer dengаn tampilаn grafis merupakаn sistem hmi yang paling banyаk digunаkan di industri sаat model sistem scada terdapаt 2 buаh komputer yang disebut rtu dаn master station. Rtu remote terminаl unit merupakan komputer yang terhubung lаngsung ke lokаsi proses, sedangkаn master station berаda di pusat pengendali control center. Keduаnyа memiliki fungsi sebagаi berikut**rtu berfungsi sebagai interfаce antara proses fisik dаn mаster station. Rtpilihlаh barang-bаrang yang adа di supermаrket. Hargа 1 buah barаng, harga satuаn per 100 grаm dan berаt dalam itu anda disuruh untuk memilih sebuаh item dаri supermarket anda menentukаn sebuah item, anda dаpаt melihat hаrganya per item dаn berapa ons yang аkаn kamu dua jenis nyа
Tulisan ini di rangkum oleh Sulthan Hidayatullah Al-habsyi Sebelum lahirnya Himpunan Mahasiswa Islam, terlebih dulu berdiri organisasi kemahasiswaan bernama Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta PMY pada tahun 1946 yang beranggotakan seluruh mahasiswa dari tiga Perguruan Tinggi di Yogyakarta, yaitu Sekolah Tinggi Teknik STT, Sekolah Tinggi Islam STI dan Balai Perguruan Tinggi Gajahmada yang pada waktu itu hanya memiliki Fakultas Hukum dan Fakultas Sastra. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta selalu berbau Kolial Belanda. Sering pesta dengan poloniase, dansa serta minum-minuman keras. Oleh karena Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta dirasa tidak memperhatikan kepentingan para mahasiswa yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Tidak tersalurnya aspirasi keagamaan merupakan alasan kuat bagi para mahasiswa Islam untuk mendirikan organisasi kemahasiswaan yang berdiri dan terpisah dari Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta. Pada tahun 1946, suasana politik di Indonesia khususnya di Ibukota Yogyakarta mengalami polarisasi antara pihak Pemerintah yang dipelopori oleh Partai Sosialis, pimpinan Syahrir - Amir Syarifuddin dan pihak oposisi yang dipelopori oleh Masyumi, pimpinan Soekiman - Wali Al-Fatah dan PNI, pimpinan Mangunsarkoro - Suyono Hadinoto serta Persatuan Pernyangannya Tan Malaka. Polarisasi ini bermula pada dua pendirian yang saling bertolak belakang, pihak Partai Sosialis Pemerintah menitik beratkan perjuangan memperoleh pengakuan Indonesia kepada perjuangan berdiplomasi, pihak oposisi pada perjuangan bersenjata melawan Belanda. Polarisasi ini membawa mahasiswa yang juga sebagian besar dari mereka adalah pengurus Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta berorientasi kepada Partai Sosialis. Melalu mereka inilah Partai Sosialis mencoba mendominir Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta. Namun mahasiswa yang masih memiliki idealis tidak dapat membiarkan usaha Partai Sosialis hendak mendominir Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta. Dengan suasana yang sangat kritis dikarenakan Belanda semakin memperkuatkan diri dengan terus-menerus mendatangkan bala bantuan dengan persenjataan modern yang kemudian pada tanggal 21 Juli 1947 terjadilah yang dinamakan Agresi Militer Belanda I. Dengan situasi yang demikian para mahasiswa yang berideologi murni tetap bersatu menghadapi Belanda, mencegak setidak-tidaknya mengurangi efek-efek dari polarisasi politik yang sangat melemahkan potensi Indonesia menghadapi Belanda. Karenanya mereka menolah keras akan sikap dominasi Partai Sosialis terhadap mahasiswa yang dinilai akan mengakibatkan dunia mahasiswa terlibat dalam polarisasi politik. Berbagai hal ini yang mendorong beberapa orang mahasiswa untuk mendirikan organisasi baru. Meskipun sebenarnya jauh sebelum adanya keinginan untuk mendirikan organisasi baru sudah ada cita-cita akan itu, namun selalu ditunda dan dianggap belum tepat. Namun melihat dari berbagai kondisi yang ada dirasa cita-cita yang sudah lama diharapkan itu perlu diwujudkan karena bila membiarkan Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta lebih lama didominasi oleh Partai Sosialis adalah hal yang tidak tepat. Penolakan sikap dominasi Partai Sosialis terhadap Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta tidak hanya datang dari kalangan mahasiswa Islam, melainkan juga mahasiswa kristen, mahasiswa katolik, serta berbagai mahasiswa yang masih menjunjung teguh ideologi keagamaan. Awal Berdirinya HMI Himpunan Mahasiswa Islam Himpunan Mahasiswa Islam di prakarsai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa tingkat I semester I Sekolah Tinggi Islam sekarang Universitas Islam Indonesia UII. Ia mengadakan pembicaraan dengan teman-temannya mengenai gagasan membentuk organisasi mahasiswa bernafaskan Islam dan setelah mendapatkan cukup dukungan, pada bulan November 1946, ia mengundang para mahasiswa Islam yang berada di Yogyakarta baik di Sekolah Tinggi Islam, Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada dan Sekolah Teknik Tinggi, untuk menghadiri rapat, guna membicarakan maksud tersebut. Rapat-rapat ini dihadiri kurang lebih 30 orang mahasiswa yang di antaranya adalah anggota Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia. Rapat-rapat yang digelar tidak menghasilkan kesepakatan. Namun Lafran Pane mengambil jalan keluar dengan mengadakan rapat tanda undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir oleh Husein Yahya. Pada tanggal 5 Februari 1947 bertepatan dengan 14 Rabiulawal 1366 H, di salah satu ruangan kuliah Sekolah Tinggi Islam di Jalan Setyodiningratan 30 sekarang Jalan Senopati Yogyakarta, masuklah Lafran Pane yang langsung berdiri di depan kelas dan memimpin rapat yang dalam prakatanya mengatakan "Hari ini adalah rapat pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena semua persiapan yang diperlukan sudah beres". Kemudian ia meminta agar Husein Yahya memberikan sambutan, namun beliau menolak dikarenakan kurang memahami apa yang disampaikan sehubungan dengan tujuan rapat tersebut. Pernyataan yang dilontarkan oleh Lafran Pane dalam rapat tersebut adalah Rapat ini merupakan rapat pembentukan organisasi Mahasiswa Islam yang anggaran dasarnya telah dipersiapkan. Rapat ini bukan lagi mempersoalkan perlu atau tidaknya ataupun setuju atau menolaknya untuk mendirikan organisasi Mahasiswa Islam. Diantara rekan-rekan boleh menyatakan setuju dan boleh tidak. Meskipun demikian apapun bentuk penolakan tersebut, tidak menggentarkan untuk tetap berdirinya organisasi Mahasiswa Islam ketika itu, dikarenakan persiapan yang sudah matang. Setelah dicerca berbagai pertanyaan dan penjelasan, rapat pada hari itu dapat berjalan dengan lancar dan semua peserta rapat menyatakan sepakat dan berketetapan hati untuk mengambil keputusan Hari Rabu Pon 1878, 15 Rabiulawal 1366 H, tanggal 5 Februari 1947, menetapkan berdirinya organisasi Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI yang bertujuan Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam Mengesahkan anggaran dasar Himpunan Mahasiswa Islam. Adapun Anggaran Rumah Tangga akan dibuat kemudian. Membentuk Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam. Adapun peserta rapat yang berhadir adalah Lafran Pane, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein, Maisaroh Hilal cucu pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan, Suwali, Yusdi Ghozali; tokoh utama pendiri Pelajar Islam Indonesia PII, Mansyur, Siti Zainah istri Dahlan Husein, Muhammad Anwar, Hasan Basri, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi dan Bidron Hadi. Selain itu keputusan rapat tersebut memutuskan kepengurusan Himpunan Mahasiswa Islam sebagai berikut Ketua Lafran Pane Wakil Ketua Asmin Nasution Penulis I Anton Timoer Djailani, salah satu pendiri Pelajar Islam Indonesia PII Penulis II Karnoto Zarkasyi Bendahara I Dahlan Husein Bendahara II Maisaroh Hilal Anggota Suwali Yusdi Gozali, pendiri Pelajar Islam Indonesia PII Mansyur Perkembangan HMI Sejalan dengan perkembangan waktu, HMI terbelah menjadi dua pasca diselenggarakannya Kongres ke-15 HMI di Medan pada tahun 1983. Pada tahun 1986, HMI yang menerima azas tunggal Pancasila dengan pertimbangan-pertimbangan politis beserta tawaran-tawaran menarik lainnya, rela melepaskan azas Islam sebagai azas organisasnya. Selanjutnya HMI pihak ini disebut sebagai HMI DIPO, dikarenakan bersekretariat di Jalan Pangeran Diponegoro Jakarta. Sedangkan HMI yang tetap mempertahankan azas Islam kemudian dikenal dengan istilah HMI MPO Majelis Penyelamat Organisasi. Karena alasan untuk menyelamatkan HMI dari ancaman pembubaran oleh rezim Orde Baru, maka melalui Kongres Padang disepakatilah penerimaan asas tunggal Pancasila. Setelah penerimaan azas tunggal itu, HMI yang bermarkas di Jalan Diponegoro sebagai satu-satunya HMI yang diakui oleh negara. Namun pada Kongres Jambi 1999, HMI DIPO kembali ke kepada asas Islam. Namun demikian, HMI DIPO dan HMI MPO tidak bisa disatukan lagi, meski azasnya sudah sama-sama Islam. Perbedaan karakter dan tradisi keorganisasian yang sangat besar di antara keduanya, membuat kedua HMI ini sulit disatukan kembali. HMI DIPO nampak lebih berwatak akomodatif dengan kekuasaan dan cenderung pragmatis, sementara HMI MPO tetap mempertahankan sikap kritisnya terhadap pemerintah. Sampai saat ini, HMI merupakan salah satu organisasi mahasiswa terbesar dan tertua di Indonesia. Pimpinan HS Mintareja, periode 1947 - 1951 A. Dahlan Ranuwiharja, periode 1951 - 1953 Deliar Noer, periode 1953 - 1955 Amir Rajab Batubara, periode 1955 - 1957 Ismail Hasan Metareum, periode 1957 - 1960 Nursal, periode 1960 - 1963 Sulastomo, periode 1963 - 1966 Nurcholish Madjid, periode 1966 - 1969 Nurcholish Madjid, periode 1969 - 1971 Akbar Tanjung, periode 1971 - 1974 Ridwan Saidi, periode 1974 - 1976 Chumaidy Syarif Romas, periode 1976 - 1979 Abdullah Hehamahua, periode 1979 - 1981 Ahmad Zacky Siradj, periode 1981 - 1983 Harry Azhar Azis, periode 1983 - 1986 M. Saleh Khalid, periode 1986 - 1988 Kongres Kongres ke-1 di Yogyakarta pada tanggal 30 November 1947, dengan ketua terpilih HS Mintareja Kongres ke-2 di Yogyakarta pada tanggal 15 Desember 1951, dengan ketua terpilih A. Dahlan Ranuwiharja Kongres ke-3 di Jakarta pada tanggal 4 September 1953 dengan formatur terpilih Deliar Noer Kongres ke-4 di Bandung pada tanggal 14 Oktober 1955 dengan formatur terpilih Amir Rajab Batubara Kongres ke-5 di Medan pada tanggal 31 Desember 1957 dengan formatur terpilih Ismail Hasan Metareum Kongres ke-6 di Makassar Ujungpandang pada tanggal 20 Juli 1960 dengan formatur terpilih Nursal Kongres ke-7 di Jakarta pada tanggal 14 September 1963 dengan formatur terpilih Sulastomo Kongres ke-8 di Solo Surakarta pada tanggal 17 September 1966 dengan formatur terpilih Nurcholish Madjid Kongres ke-9 di Malang pada tanggal 10 Mei 1969 dengan formatur terpilih Nurcholish Madjid Kongres ke-10 di Palembang pada tanggal 10 Oktober 1971 dengan formatur terpilih Akbar Tanjung Kongres ke-11 di Bogor pada tanggal 12 Mei 1974 dengan formatur terpilih Ridwan Saidi Kongres ke-12 di Semarang pada tanggal 16 Oktober 1976 dengan formatur terpilih Chumaidy Syarif Romas Kongres ke-13 di Makassar Ujungpandang pada tanggal 12 Februari 1979 dengan formatur terpilih Abdullah Hehamahua Kongres ke-14 di Bandung pada tanggal 30 April 1981 dengan formatur terpilih Ahmad Zacky Siradj Kongres ke-15 di Medan pada tanggal 26 Mei 1983 dengan formatur terpilih Harry Azhar Aziz Kongres ke-16 di Padang pada tahun 1986, dengan formatur terpilih M. Saleh Khalid, terpecahnya HMI menjadi dua yakni HMI DIPO dan HMI MPO Kongres HMI DIPO Kongres ke-17, di Lhokseumawe, Aceh 6 Juli 1988 dengan formatur terpilih Herman Widyananda Kongres ke-18, di Jakarta 24 september 1990dengan formatur terpilih Ferry Mursyidan Baldan Kongres ke-19, di Pekan baru 09 Desember 1992dengan formatur terpilih M. Yahya Zaini Kongres ke-20, di Surabaya 29 Januari 1995dengan formatur terpilih Taufik Hidayat Kongres ke-21 di Yogyakarta 26 Agustus 1997, dengan formatur terpilih Anas Urbaningrum Kongres ke-22 di Jambi 03 Desember 1999, dengan formatur terpilih Fakhruddin Kongres ke-23 di Balikpapan 30 April 2002, dengan formatur terpilih Cholis Malik Kongres ke-24 di Jakarta 23 Oktober 2003, dengan formatur terpilih Hasanuddin Kongres ke-25 di Makassar 20 Februari 2006, dengan formatur Terpilih Fajar R Zulkarnaen Kongres ke-26 di Palembang 28 Juli 2008, dengan formatur terpilih Arip Musthopa Kongres ke-27 Depok pada tanggal 5 - 10 November 2010, dengan formatur terpilih Noer Fajriansyah Kongres ke-28 Jakarta pada tanggal 15 Maret - 15 April 2013, dengan formatur terpilih Arief Rosyid Hasan Kongres HMI MPO Kongres ke-16 di Yogyakarta pada tahun 1986, Ketua Umum Eggy Sudjana Kongres ke-17 di Yogyakarta pada tanggal 5 Juli 1988, Ketua Umum Tamsil Linrung Kongres ke-18 di Bogor pada tanggal 10 Oktober 1990, Ketua Umum Masyhudi Muqarrabin Kongres ke-19 di Semarang pada tanggal 24 Desember 1992, Ketua Umum Agusprie Muhammad Kongres ke-20 di Purwokerto pada tanggal 27 April 1995, Ketua Umum Lukman Hakim Hassan Kongres ke-21 di Yogyakarta pada tanggal 28 Juli 1997, Ketua Umum Imron Fadhil Syam Kongres ke-22 di Jakarta pada tanggal 26 Agustus 1999, Ketua Umum Yusuf Hidayat Kongres ke-23 di Makassar pada tanggal 25 Juli 2001, Ketua Umum Morteza Syafinuddin Al-Mandary Kongres ke-24 di Semarang pada tanggal 11 September 2003, Ketua Umum Cahyo Pamungkas Kongres ke-25 di Palu pada tanggal 17 Agustus 2005, Ketua Umum Muzakkir Djabir Kongres ke-26 di Jakarta Selatan pada tanggal 16 Agustus 2007, Ketua Umum Syahrul Effendi Dasopang Kongres ke-27 di Yogyakarta pada tanggal 9 Juni 2009, Ketua Umum Muhammad Chozin Amirullah Kongres ke-28 di Pekanbaru, Riau tanggal 14 - 19 Juni 2011, Ketua Umum Alto Makmuralto Kongres ke-29 di Bogor pada tanggal 27 Juni 2013, Ketua Umum Puji Hartoyo Lembaga Kekaryaan Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam LDMI, pencetus terbentuknya Lembaga Dakwah Kampus LDK Lembaga Pers Mahasiswa Islam LAPMI Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam LEMI Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam LKMI Lembaga Bantuan Hukum Mahasiswa Islam LBHMI Lembaga Seni dan Budaya Mahasiswa Islam LSBI Lembaga Penelitian Mahasiswa Islam LAPENMI Lembaga Teknologi Mahasiswa Islam LTMI
apa itu hmi dipo dan mpo